
Malam
itu, malam jum’at. Tak seorang pun yang ada di kost. “ke mana lagi nih anak-anak?”
ucap Risal mulai was-was. Semua ruangan pun dijelajahi, berharap dapat
menemukan seorang. Akan tetapi, tetap saja hasilnya sama, NIHIL. Kosong, tak seorangpun
yang ia temukan. Berkali-kali pesan singkat ia kirim akan tetapi tak terbalsa
satupun. Telpon bejibun, dan tak
satupun yang mendapat respon. Semakin lama, semakin dalam pula ketakutan yang
dirasakan Risal.
Dengan
langkah pelan, di tengah gelapnya kost yang sejak maghrib tadi mendapat jadwal
pedaman bergilir, dengan bantuan penerangan dari lampu senter HP andalannya,
dia mencoba mencari letak pintu kost. “waduuuuhh!!!”, sial bagi Risal, kakinya
bergulat dengan kaki meja. Raut mukanya pun terlihat lucu. Dengan semua rasa
yang ia miliki pada malam itu, takut, was-was, dan sakit yang baru saja ia
dapatkan, telah membulatkan tekadnya untuk keluar dari kost. 3 menit kemudian
berhasil juga dia keluar dari “Penjara Hitam nan Gelap” yang telah mebuat kakinya
berubah ukuran.
Di
luar kost pun hanya gelap yang ia dapati. Sepertinya pemadaman listrik malam
itu dilakukan serentak oleh pihak PLN. Dengan jalan yang sedikt pincang, Risal
mencoba keluar dari pintu gerbang Kost. Masih dengan bantuan lampu senter HP,
ia menyusuri lorong sempit depan kostnya.
Berharap dapat menemukan seseorang.
Jalannya pun semakin lama semakin lucu kelihaatan. Beda tipis dengan suster
ngesot.
”gara-gara
tidur abis maghrib tadi, begini deh jadinya.” Gerutu Risal dalam hati.
Memang
betul, semua hal yang terjadi dan yang menimpanya malam itu tidak terlepas dari
keputusannya untuk tidur ketika shalat maghrib tadi. Semua teman kost-nya
tiba-tiba menghilang entah ke mana setelah ia bangun.
Perlahan
ia melihat jam tangan di tangan kirinya, masih dengan bantuan lampu senter HP yang ia miliki. “pukul
20.30”. ucapnya dalam hati. Semakin jauh
ia melangkah, semakin sepi ia rasa. Sesekali bulu kuduknya pun merinding. Sepertinya
pemadaman bergilir malam itu telah membuat orang-orang kompleks malas untuk
berkeliaran. Bahkan pos kamling yang malam-malam sebelumnya tidak pernah sepi,
tiba-tiba jadi sepi malam itu. Ketakutan Risal pun semakin menjadi. Pikiran dan
fantasi “ongolnya”* mulai bermunculan.
(*istilah gaul anak muda Bugis, artinya Bodoh).
“bagaimana
kalau ada kuntilanak yang mengiktui saya?”
“Bagaiamana
kalau tiba-tiba di depan saya ada tuyul yg berlarian”
“bagaiamana
kalau tiba-tiba ada mobil yang tidak bersopir melintas di depan saya?”
Dan
masih banyak lagi pikiran-pikiran Ongol yang tentu saja semakin menambah
ketakutannya malam itu.
Takut
semua fantasinya menjadi kenyataan, akhirnya dia memutuskan untuk mampir di pos
kamling. Masih dengan rasa takut yang begitu besar, dia kemudian duduk di pos
kamling. Sesekali mencoba memberanikan diri untuk berbaring dan memejamkan
mata, namun tak pernah berhasil. Tampaknya, Rasa takutnya berhasil mengalahkan
rasa ngantuk dan lelahnya.
Tak
pernah sekalipun ia berhenti berdoa agar pemadaman lampu berakhir segera.
Karena Ia sadar kalau pemadaman listrik malam itu lah yang menjadi sumber
malapetaka baginya.
Hampir
setengah jam Ia beruji nyali di pos kamling, akhirnya doanya pun terkabul.
Lampu menyala. Habis gelap terbitlah terang. Senyum sedikit demi sedikit mulai
terlihat di bibir RISAL. Tanpa pikir
panjang, Ia langsung meninggalkan pos, dan kembali ke kost.
Emosi
campur kelegaan pun ia rasakan setelah
sampai di kost dan mendapati semua
teman-teman kostnya tengah duduk santai di kursi tamu, sambil terbahak-bahak.
Dalam hati Risal sudah menebak, “Objek tertawaan mereka Pasti saya, Pria Korban
keganasan Malam Gelap”.
“kalian
dari mana saja tadi?” tanya Risal dengan nada sedikit Tinggi, seolah mencoba
menembunyikan ketakutan terhadap apa yang baru saja ia alami.
Bukan
mendapat jawaban, semua justru tertawa. Risal semakin KACAU dalam hatinya,
Ingin sekali Ia marah, tapi tidak ada gunanya. Insgin Ia diam, tambah makan
hati. Tanpa berkata-kata lagi, Risal
langsung melangkah pergi, menerobos tawa dari semua temannya.
“Awaaasss
kalian, tunggu saja pembalasanku” ucapnya dalam hati.
“Mau
ke mana sal?” Tanya Yusril penasaran.
Risal
tetap diam, tanpa menjawab, Ia melanjutkan langkahnya. Sesampai di depan kamar
kostnya, pintunya pun dibuka perlahan, tanpa menoleh ke teman-temannya, ia
langsung masuk kamar dan mengunci pintunya. Dari luar masih terdengar suara
Yusril berteriak memanggil. Sekali-kali terdegar pula suara orang
menangis. Seolah mau menguji nyali Risal
saat itu. Tak satupun yang digubris oleh Risal, hanya HENING dalam kamar.
#
(Bersambung....)
(Bersambung....)
Terima kasih telah membaca Ada Apa Dengan Cinta #1. Jangan lupa tinggalkan komentar dan saran. Semakin banyak komentar dan saran, In Sya Alla Ada Apa Dengan Cinta #2 akan diposting secepatnya.
9 komentar:
mantaap. cerpen blog Risal Mursalim sastraku sastramu (sastrata) sangat kreatif. jdi tidak sabar mau baca lanjutannya.
ceritanya ngegantung. sumpah, jadi gak sabar mau baca cerita selanjutnya. makasih sastraku sastramu untuk cerpen ada apa dengan cinta.
terima kasih sudah mampir di blog risal mursalim, sastraku sastramu, sastrata. semoga bermanfaat.
terima kasih cerpen ada apa dengan cinta risal mursalim. jangan lupa mampir di Iseng2magic.blogspot.com untuk menemukan artikel unik dan menarik.
bahasanya menarik. tpi menggantung.
makasih artikelnya mas. jangan lupa mampiir di Blog kumpulan sastra dapatkan puisi, Cerpen Ada Apa dengan cinta ditulis oleh risal mursalim dan coa juga mampir di Kumpulan Artikel unik
hehehehe kaciank dibuli
penasaran dgn lanjutanx secepatnya di posting yea!!!!!
Hehehe.. iya. Secepatnya di posting. Makasih udah mampir.
Cerpennya bagus sekali gan , saya suka ..
Posting Komentar
jangan lupa tinggalkan komentar dan saran Anda.